FEELING EFFECTS (Mewaspadai Rasa)
Rasa atau perasaan juga dikenal sebagai keadaan sadar, seperti yang
dihasilkan dari emosi, sentimen atau keinginan. Perasaan dapat
diartikan berbeda dengan emosi dalam pengerti emosi bersifat universal.
Sementara perasaan adalah respon yang dipelajari tentang sebuah keadaan
emosi di lingkungan atau kebudayaan tertentu.
Rasa yang ada dalam diri seseorang berkaitan erat dengan emosi dalam dirinya. Emosi sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku. Sedangkan perilaku yang berulang-ulang akan menjadi habits atau kebiasaan. Pada akhirnya kebiasaan akan berpengaruh pada nasib seseorang.
Seorang pelajar yang memiliki kebiasaan belajar yang tertib dan teratur akan memudahkan dia untuk mendapatkan nilai memuaskan dalam setiap pelajaran. Seorang pegawai dengan kebiasaan disiplin akan memudahkan dia mencapai karir terbaiknya. Pedagang yang menjalani bisnisnya dengan manajemen yang amburadul, maka dia akan mendekatkan dirinya pada kebangkrutan.
Selain pola atau kebiasaan hidup, rasa yang dipengaruhi emosi juga menimbulkan berbagai efek dalam hidup. Betapa banyak peristiwa yang terlihat, misal ketika kemarahan dan kebencian berpengaruh dalam keseimbangan sosial di masyarakat. Demikian pun sebaliknya sikap saling menghargai dan menghormati mendatangkan harmoni dalam lingkungannya.
Mari kita lihat kisah perjanjian Hudaibiyah antara kaum muslimin saat itu dengan kaum kafir Quraisy. Sebagaimana diketahui bahwa isi perjanjian hudaibiyah banyak merugikan kaum muslimin pada saat itu. Bahkan memunculkan guncangan pada para sahabat. Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu tidak terima kalimat Rasulullah dalam perjanjian tersebut diganti dengan Muhammad bin Abdullah. Umar bin Khattab radhiyallahu anhu terpancing emosinya dan sempat ‘mendemo’ rasulullah atas kesepakatannya dengan kaum kafir Quraisy pada perjanjian tersebut, meskipun pada akhirnya Umar bin Khattab menyesalinya setelah bertemu dengan Abu Bakar radhiyallahu anhu. Namun berkat kestabilan emosi sang nabi, serta kepasrahannya pada Allah Subhanahu wa Ta’ala membuahkan hasil. Kesempatan dilarangnya berperang selama 10 tahun membuat kaum muslimin memanfaatkannya untuk berdakwah hingga mendapatkan pengikut yang banyak. Hingga saat tiba Fathul Makkah kemenangan kaum muslimin di Makkah tanpa perlawanan dan tanpa pertumpahan darah sedikit pun. Andai Rasulullah saat itu mengikut amarah para sahabat, tentu tidak akan sesukses itu bahkan akan menemui banyak kesulitan dalam dakwah beliau.
Demikian halnya pada saat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berdakwah di Thaif. Harapan penerimaan beliau di Thaif menjadi runtuh manakalah terjadi penolakan kaim Bani Tsqif. Bahkan utusan Allah justru menjadi target pelecehan, penghinaan, umpatan, yang diluapkan dengan kata-kata kotor. Rasul dilempari batu hingga terluka. Dalam kondisi terserang, Zaid melindungi Rasul hingga mengakibatkan kepalanya terluka. Keduanya melarikan diri ke kebuh milik `Utbah bin Ra bi'ah. Di sana mereka beristirahat dan mengobati luka. Ketika itu Rasulullah bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dirinya dikuatkan menghadapi cobaan yang begitu berat. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab doa sang nabi. Malaikat Jibril dan penjaga gunung mendatanginya. Jibril menawarkan ditimpakan dua gunung kepada masyarakat Thaif. Namun, Rasul tidak menghendakinya. Bahkan dia mengharapkan Allah akan menciptakan generasi bertakwa yang lahir dari tulang rusuk masyarakat di sana. Betapa dalam keadaan yang sangat memungkinkan emosi tidak stabil, nabi bahkan mendoakan kebaikan dan mampu mengendalikan amarah dan dendam. Hasilnya, pasca nabi sepulang dari perang Tabuk, kaum Bani Tsaqif berbaiat pada nabi untuk memeluk Islam. Apa yang terjadi bila beliau dendam dan menyetujui jibril untuk mengeksekusi menimpakan dua gunung ke thaif? Tentu, tidak akan ada Islam di Thaif.
Lain cerita, saat perang Uhud. Kaum muslimin
mengalami kegagalan dan kekalahan saat itu. Ketidaktaatan para pasukan panah untuk
tetap bertahan di atas bukit menjadi penyebab pasukan Khalid bin Walid yang
saat itu belum masuk Islam leluasa menyerang pasukan muslimin. Keserakahan pasukan
panah terhadap harta rampasan perang menjadikan pasukan menjadi lemah dan
terjadi kekalahan yang mengakibatkan banyaknya sahabat yang gugur diantaranya
paman nabi yakni Hamzah. Rasa tak acuh pada rule atau aturan yang ditetapkan
nabi, rasa keserakahan, rasa jumawa atas kemenangan menjadikan kaum muslimin gagal
mencapai kemenangan.
Kisah-kisah di atas mengingatkan atas kewaspadaan
terhadap munculnya rasa negatif dalam diri. Kemarahan, keangkuhan, keserakahan,
kesombongan, dan semisalnya berbanding lurus dengan kegagalan. Sedangkan kesabaran,
kebaikan akhlaq, penerimaan dan semisalnya berbanding lurus dengan kesuksesan.
Kalimat rasamu adalah nasibmu
menjadi sangat relevan dalam hal ini. Rasa yang bermula dari pikiran akan memunculkan
perbuatan dan ucapan. Mari kita perhatikan sebuah ayat dalam Al-Qur’an,
“Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan sekecil apa pun (sebesar dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan) nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun (sebesar dzarrah),
niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.”(QS. Al Zalzalah 7-8)
Kebaikan sekecil apapun maknanya sekecil apapun kebaikan, bahkan pada dimensi perasaan maka akan berefek kepada balasan kebaikan, yakni kesuksesan, keberuntungan, dan kemenangan. Kejahatan sekecil apapun bingga pada dimensi rasa akan berefek pula pada balasan keburukan, misal kegagalan, kebangkrutan, bahkan kesulitan.
Sebab itulah mari geser rasa negatif menjadi rasa positif agar keberuntungan datang bertubi-tubi. Memeliharan jiwa taqwa jadi jalan keluar semua masalah, menyuburkan rasa syukur jadi jalan penambah rezeki, membiaskan tawakal jadi jalan rezeki yang tidak disangka-sangka, menegakkan istiqamah jadi jalan mendapat kemuliaan, menguatkan kesabaran jadi jalan ketenangan. Itu semua adalah proses penaklukan rasa dalam diri.
Saatnya memprogram dalam pikiran bawah sadar untuk mendukung rasa positif menjadi sebuah pembiasaan atau habits dalam diri. Mewaspadai setiap rasa yang muncul dalam diri akan mempengaruhi efek positif dalam hidup. Keluarga harmonis, persahabatan yang menyenangkan, bisnis yang sukses, karir yang gemilang, perasaan bahagia yang terus terjaga, serta keberuntungan yang selalu menyertai dalam setiap lini kehidupan.
M. Toni Akhiyat
0 Response to "FEELING EFFECTS (Mewaspadai Rasa)"
Posting Komentar